Tuesday 17 January 2017

My First Ever Concert in Brussels

Dari judulnya saja sudah ketahuan kan apa tujuan utama kami hampir satu tahun yang lalu ke Brussels 😁. Ya, akhirnya saya pecah telor untuk pengalaman pertama saya nonton konser. Suami sih lebih sering waktu masih single, dari konser Bon Jovi sampai Metallica...tapi kali ini saya ajak dia ke konsernya Disclosure. Siapa sih Disclosure? Memang banyak yang belum kenal unless Anda penikmat musik EDM (Electronic Music Dance) hehe. Saya sendiri hanya penikmat via radio dan MTV di Belanda. Selebihnya kalo Anda ngajak saya ke diskotik? Big NO deh, apalagi suami saya juga anti diskotik 😝.


Awalnya saya berniat nonton konsernya di Belanda, tapi karena saya belinya last minute dan tiket di Belanda sudah sold out, saya putuskan nonton di Jerman atau di Belgia. Namun, karena kendala bahasa, saya putuskan nonton di Brussels, Belgia saja. Kebetulan juga konser di hari Sabtu jadi saya inginnya berangkat Sabtu pagi dari Belanda dan Minggu sore pulang. Dipikir-pikir juga karena belum pernah ke Brussels, bakal seru kalau sekalian jalan-jalan di kota asal Manneken Pis ini.

Patung Manneken Pis di Brussels
Sumber: https://www.scientias.nl/is-manneken-pis-echt-of-een-replica/
 
Hari sudah agak siang ketika kami sampai Brussels, udaranya nggak begitu dingin dan nggak panas, nyaman pokoknya mengingat waktu itu masih musim dingin (6 Februari 2016). Apa sih yang bisa dilihat dari Brussels selain Manneken Pis dan Atomium-nya? Berdasar hasil tanya teman baik saya yang pernah ke sini, kami menuju ke arah Museum Komik (Stripboek Museum). Tahu kan berbagai karakter komik terkenal semacam Smurf, Tin Tin, dan Lucky Luke? Yak mereka berasal dari Belgia, bahkan Tin Tin punya museumnya sendiri di Louvain-la-Neuve, Belgia. 
Pusat kota Brussels

Brussels Centraal Station

Oya, Brussels sendiri adalah salah satu kota di Belgia yang penduduknya berbicara bahasa Perancis dan Belanda. Jadi waktu itu saya sempat bingung jika kami tanya jalan atau sesuatu, mereka menjawab dengan bahasa Perancis. Akhirnya body language pun bekerja, untunglah mereka segera mengerti dan beralih ke Bahasa Belanda 😇. 

Balik lagi ke Museum Komik, setelah ke sana kemari bertanya ke orang-orang yang kebetulan lewat dan mencari menggunakan GPS di handphone, kami akhirnya menemukan museum ini. Museumnya tidak terlalu besar, tapi isinya lumayan menyenangkan fans Tin Tin seperti saya 😍. Sayang, karena harga-harga souvenir Tin Tin di sini terbilang mahal, saya bawa oleh-oleh foto-foto kenangan saja 😀.

Guust Flater, salah satu komik terkenal di Eropa
Lucky Luke ! Yang seangkatan sama saya pasti pernah nonton film kartunnya dulu di SCTV 😄
Robbedoes, tokoh dari salah satu komik favorit suami saya
Tin Tin ! Yang ini idola saya dari kecil 😍
Smurf si biru yang imut imut
Jangan lupa siapkan uang 10 euro per orang untuk biaya masuknya, nggak terlalu mahal kan dibandingkan museum-museum lain di Eropa. Nah, di museum ini selain kita bisa bernostalgia dengan tokoh-tokoh komik idola semasa kecil, kita juga bisa mengetahui sejarah komik dari awal hingga sekarang. Pokoknya jangan lupa mampir ke sini kalau sedang bertandang ke Belgia. Wajib hukumnya bagi pecinta komik seperti kam.

Puas belajar soal sejarah komik dan jumpa fans dengan Tin Tin, kami menuju Ruisbroek. Ruisbroek terletak di bagian selatan Brussels, di kota ini kami akan menginap. 
Pusat kota Ruisbroek
Mungkin ada di antara pembaca yang berpikir, kenapa nginapnya jauh-jauh di Ruisbroek, yang bukan pusat kota Brussels. Tak lain dan tak bukan karena lokasi hotel yang paling dekat dengan gedung konser yang akan kami hadiri malamnya. Cukup beristirahat, kami bersiap menuju konser dengan semangat 45 😆. Disclosure, here we come !


Suasana antri masuk ke gedung konser
Konser Disclosure
Konser berakhir pada pukul 23.00 malam, what an amazing concert ! Penampilan Disclosure sangat memuaskan, worth it untuk konser pertama saya. Suami yang tergolong fans band rock sejati pun ikut menikmati dan ikut suka. Bahkan ikut memutar CDnya ratusan kali di mana saja hahaha. 

Esok paginya, kami pun bersiap check out dari hotel untuk kembali menuju Brussels Centraal Station. Melanjutkan perjalanan dengan kereta api ke Belanda. Namun sebelumnya kami akan mampir ke pusat kota Brussels dan mengunjungi Manneken Pis.


Manneken Pis adalah sebuah patung anak kecil dari perunggu yang sedang kencing. Perancang patung ini adalah Hieronymus Duquesnoy. Banyak cerita mengenai patung Manneken Pis. Ada yang bilang ini adalah patung anak kecil yang hilang di Belgia pada zaman dahulu, sang ibu mencari mati-matian anak ini hingga melibatkan walikota. Dan ada pula yang bilang bahwa Manneken Pis adalah anak yang pernah menyelamatkan benteng raja dari kebakaran dengan kencingnya. 

Tadinya kami kira patung ini lebih besar dari kenyataannya, lihat sendiri kan seberapa besar patung ini? Yang unik lagi, patung Manneken Pis dipakaikan baju sesuai dengan hari-hari besar dunia seperti pada saat kami berkunjung, Manneken Pis dipakaikan baju ala Cina untuk memperingati Tahun Baru Cina 2016.
Beberapa kostum Manneken Pis
Sumber: http://deredactie.be/cm/vrtnieuws/regio/brussel/1.1643535
Berikut ada beberapa foto jepretan kami dari pusat kota Brussels yang super cantik dan memukau.
Toko Coklat Godiva yang terkenal

Tin Tin lagi hehe
Kedai penjual wafel Belgia
Belgian Waffles dengan pisang dan stroberi. Yummy !


Sunday 15 January 2017

Gili Trawangan: a Place from Heaven !

Keesokan harinya seusai sehari menjelajah Lombok dalam sehari, kami berangkat menuju Gili Trawangan. Ada dua cara menuju pulau yang kerap disebut Gili T ini, yaitu menggunakan speed boat dan slow boat. Tentu saja speed boat dikenai tarif yang jauh lebih mahal daripada slow boat. Karenanya kami memilih menggunakan slow boat yang dapat ditempuh dari Pelabuhan Bangsal, Lombok. Sebelum kami benar-benar di pelabuhannya, kami harus menanti di café dekat dengan pelabuhan sampai semua tamu dari Lombok yang akan menuju Gili Trawangan sampai. Selanjutnya kita bisa berjalan kaki menuju pelabuhan Bangsal. 

Setibanya di Pelabuhan Bangsal, kami membeli tiket terlebih dahulu di loket yang sudah disediakan. Per orang dikenai biaya Rp 15.000,00. Cukup murah dibandingkan dengan speed boat. Bedanya selain lebih lambat? Kita harus menunggu cukup orang yang menaiki kapal tersebut. Tidak masalah sih, karena kami sedang liburan juga, jadi kami nikmati selagi mengamati aktivitas masyarakat Lombok yang mempunyai usaha di Gili Trawangan / Gili Air / Gili Meno. Setiap harinya mereka berbelanja bahan pokok / bahan baku usaha di Lombok.

Loket penjualan tiket di Pelabuhan Bangsal, Lombok
Sumber: http://www.marijelajahindonesiaku.com/2012/07/informasi-penyeberangan-ke-gili-air.html

Sekitar satu jam tibalah kami di Gili Trawangan. Sangat breathtaking menurut saya 😍. Disambut pasir putih dan laut biru, hati saya pun langsung jatuh hati. Berasa melihat foto hihi. Inilah pertama kalinya saya berada di pulau kecil yang dengan sepeda dapat dikitari sekitar 30 menit saja. WOW banget rasanya 😆.
Pemandangan perdana di Gili T 

Tak lama kemudian kami berjalan kaki ke villa di mana kami akan menginap 3 hari ke depan. Namanya Black Penny Villas. Salah satu the best villa di Gili T menurut saya, dikarenakan lokasinya yang strategis (5 menit jalan kaki dari pelabuhan setempat) di pusat pulau dan fasilitas private swimming pool-nya yang bikin excited. Kapan lagi punya private swimming pool? 😎😍💆
Black Penny Villas dan restorannya
Hari Pertama

Tak kenal maka tak sayang, begitu juga dengan hari pertama kami di Gili T. Begitu keluar dari kamar hotel, saya langsung merasakan atmosfer Gili T, berasa nggak di Indonesia pokoknya hehe. Agak seperti Bali (banyak bule kali ya), tapi yang paling saya suka adalah pulau ini bebas polusi kendaraan bermotor! Pertama kalinya menginjakkan kaki di tempat di mana bebas polusi. Moda transportasi yang bisa kita temukan hanyalah Cidomo (delman dalam bahasa setempat) dan sepeda. Cidomo di Gili T ini tarifnya lumayan mahal dibandingkan di Kota Lombok. Satu kali putaran dikenakan tarif saat itu (tahun 2015) sebesar Rp 100.000,00. Tak heran karena di sini, semua harus didatangkan dari Lombok dan Gili T termasuk pulau dari 3 pulau yang paling jauh dari Lombok. Jangan kaget jika harga makanan dan minuman tergolong mahal di sini. 
Naik Cidomo memutari pulau
Kakak saya yang pernah berkunjung ke sini menyarankan untuk makan di kaki lima di pasar seni Gili Trawangan yang tidak jauh dari hotel. Harga makanan di sana cukup murah dibanding makan di café-café yang bertebaran di sini, waktu itu saya makan satu porsi nasi rames dibandrol dengan harga Rp 45.000,00. Pasar Seni waktu siang memang agak sepi penjual dan cenderung berdebu, namun malam hari adalah waktu yang pas untuk makan di sini. Lapangan yang siangnya sepi, pada malamnya akan sangat meriah dipenuhi oleh penjual-penjual makanan (yang paling banyak tentu saja fresh seafood, catch of the day).Yummy!
Pasar Seni Gili Trawangan
Hari Kedua

Hari kedua kami pun tak jauh dari moto 'santai kayak di pantai' 😎😋 Saya yang biasanya aktif selama liburan, di Gili T mencoba untuk take it easy. Siangnya kami memutuskan untuk menyewa dua sepeda untuk sehari penuh. Per sepeda dapat kita sewa dengan tarif Rp 50.000,00.
Tujuan pertama kami dengan sepeda menurut Trip Advisor adalah pusat penangkaran kura-kura yang tidak dikenakan biaya. Tempatnya cukup kecil, semacam pendopo dilengkapi dengan akuarium besar yang berisi bayi kura-kura yang lucu-lucu 💗.
Sisa hari kedua kami habiskan dengan berjemur (supaya saya tambah gosong haha) dan berenang di pantai dan berfoto menikmati keindahan alam pantai Gili T.




Hari Ketiga

Siang itu, kami putuskan mengikuti tur snorkling yang diadakan salah satu biro perjalanan yang dapat kita temukan di sepanjang pulau. Untuk mengikuti tur ini, kita diwajibkan memakai pelampung dan kacamata renang jika kita tidak bisa berenang. 

Bagi yang tidak ikut snorkling, jangan khawatir, kita tetap bisa menikmati perjalanan dengan boat ke tengah laut sambil melihat bawah laut via glass bottom. Plus kita juga akan mampir ke pulau lainnya. Kebetulan tur yang kami ikuti akan berhenti sejenak di Gili Air. 
Para perenang yang akan berenang dan melihat terumbu karang di sini dilarang untuk merusak terumbu karang. Sayang sekali banyak terumbu karang hancur karena perilaku penyelam yang tidak bertanggung jawab.


Gili Air
Setiba di Gili Air, kami dipersilakan makan dahulu di restoran yang telah dipesan sambil menikmati pemandangan dan sepinya Gili Air. Gili Air tergolong lebih sepi daripada Gili Trawangan, mungkin karena Gili Trawangan merupakan pulau terbesar dan terpadat oleh anak muda.

Sorenya insting aktif saya kembali, kembali ke Gili T setelah seharian mengikuti tur snorkling, tidak membuat saya lelah. Saya mengajak suami untuk menikmati sunset di spot terkenal di Gili T, yaitu ayunan di tepi pantai yang tepatnya terletak di depan Hotel Ombak Sunset. Kami kembali mengayuh sepeda untuk ke sana dengan bantuan petunjuk dari petugas hotel. Pokoknya putari saja, pasti akan ketemu 😀.

Berfoto di tempat ini sebetulnya tidak gratis, ada dua fotografer yang akan memotret kita dan foto kita akan dicetak dan kita bisa membelinya di dalam Hotel Ombak Sunset. Tapi karena waktu tidak memungkinkan (foto akan jadi di waktu saya sudah meninggalkan Gili T), saya meminta fotografer untuk mengambil foto romantis kami di ayunan dengan menggunakan kamera di telepon. Jangan salah, hampir semua orang yang mengantri berfoto pun melakukan hal yang sama. Antrinya cukup panjang lho 😄.

Setelah berpose romantis 😙 kami kembali mengayuh sepeda dengan niat memutari pulau. Waktu itu hari mulai gelap dan kami sempat berada di tempat yang kami tidak tahu di mana. Pokoknya agak ngeri feelingnya hahaha. Ada bagian di mana batu-batu terjal menghadang di bawah sementara kami harus menuntun sepeda melewati jalan kecil di tepi pantai. Untungnya tak lama kemudian kami berhasil kembali ke pusat keramaian pulau dan hari itu ditutup dengan lezatnya cumi bakar yang disajikan dengan sambal. Life is beautiful 😋😊😄

Hari Keempat

Huaaaa..hari terakhir di Gili T telah tiba. Kami harus pagi-pagi kembali ke Padang Bai, Bali untuk nantinya kembali ke Jogjakarta via Bandara Ngurah Rai, Bali. Kali ini kami ke Bali menggunakan speed boat. Tarifnya adalah Rp 250.000,00/orang. 
Antrian untuk masuk ke kapal



Berat rasanya meninggalkan Gili Trawangan. Ingin rasanya tinggal di sana lebih lama. Pokoknya setelah Gili Trawangan dan Lombok, kami berencana untuk lebih mengeksplorasi tanah air saya tercinta ini, yang kaya akan pulau-pulau cantik di seluruh Indonesia. We love you Gili Trawangan 💘


Belajar Budaya dan Toleransi di Lombok

Setelah satu tahun lebih vakum dari dunia tulis menulis, akhirnya saya kembali lagi hehe..Kesibukan tahun 2016 yang tidak kalah repotnya seperti pindahan dan cari rumah baru, membuat saya tidak punya waktu dan mood untuk nulis di sini. 

Hari ini saya akan lanjut lagi berceloteh di blog tentang perjalanan-perjalanan saya dan suami dari akhir 2015 hingga 2016. 

Berawal dari kegemaran kami akan pantai, kami memutuskan tahun 2015 silam (26-31 Oktober 2015) untuk mengunjungi Lombok dan Gili Trawangan. Deretan pantai dan kehidupan alami yang jauh dari gaya hidup di Belanda membuat kami makin semangat ke sini. 
Singkat cerita, akhirnya terbelilah tiket Lion Air ke Lombok dari Yogyakarta. Penerbangan yang seharusnya berangkat pukul 20.00 WIB harus delay selama 4 jam 😡. Alhasil kami akhirnya terbang pada pukul 00.00 WIB dan sampai di Lombok pukul 01.30 WIB. Beruntung meski tengah malam sampai di Lombok, sopir kami yang sudah kami booking jauh-jauh hari tetap setia menanti. Perjalanan dilanjut menuju Senggigi yang memakan waktu 1 jam 15 menit. Bisa dibayangkan lelahnya kami sampai di hotel hampir jam 03.00 pagi dan kami harus memulai tour di Lombok 6 jam berikutnya. Alhamdulillah sih bisa tidur sampai jam 08.00 pagi. Oya, kami menginap di Sunset House Hotel Senggigi, sebuah hotel cantik yang berada tepat di tepi pantai Senggigi.

Sunset House Hotel beserta fasilitasnya 😍
Menikmati Pantai Senggigi dari belakang hotel
Sunset di Pantai Senggigi

Pura Batu Bolong, Senggigi

Jam 09.00 pagi tepat kami dijemput oleh sopir kami, tujuan pertama adalah Pura Batu Bolong yang letaknya sangat dekat dengan hotel. Bisa dicapai sekitar 5 menit perjalanan dengan mobil. Penasaran juga kenapa disebut batu bolong, ternyata disebut batu bolong karena adanya batu karang yang berlubang besar di tengah, di mana batu karang ini menyangga pura yang berada di atasnya. Di belakang pura ini terdapat batu-batu yang bila kita berani bisa melihat pemandangan laut yang luar biasa indahnya. Kebetulan suami saya yang berani, saya terima tunggu di batu bolongnya saja haha 😄. Untuk masuk ke lokasi ini kita akan diminta sumbangan seikhlasnya di depan dan wajib mengenakan kain seperti layaknya kita akan memasuki pura suci Hindu di Bali.


Mejeng di batu bolong 😋



Pura Lingsar, Lombok Barat

Perjalanan dilanjut ke Pura Lingsar, perjalanan agak lama sehingga bikin saya tidur sepanjang jalan yang diabadikan sama suami 😅 hahaha (ngga usah dipajang di sini pokoknya). Sesampainya di sana kami disambut guide yang siap mengantar untuk berkeliling, tarifnya saya lupa hehe. 

Aktivitas para pemeluk Hindhu di Pura Lingsar
Pura Lingsar bukan sembarang pura, karena di sinilah kita belajar akan adanya toleransi yang sudah hidup di Indonesia sejak abad 17. Pura ini dibagi 2 bangunan, yaitu Pura Gaduh dan Kemaliq. Pura Gaduh adalah tempat suci pemeluk agama Hindu yang berasal dari suku Bali sedangkan Kemaliq adalah tempat upacara adat pemeluk agama Islam yang berasal dari suku Sasak.
Jika kita berkunjung ke Pura Gaduh, kita akan melihat banyaknya batu-batu yang tergeletak di sana, konon dipercaya sebagai bebatuan suci yang bisa menjadi perantara untuk berdoa kepada Sang Hyang Widi Wase (Tuhan Yang Maha Esa).

Bebatuan suci di Pura Gaduh
Uniknya lagi, di Pura Lingsar ini juga terdapat mata air mengalir yang katanya berasal dari mata air Gunung Rinjani sehingga bersih dan dapat kita minum. Saya yang penasaran juga ikut mencicipi. Rasanya memang benar-benar segar dan bersih 😊.
Air mancur yang airnya berasal dari mata air Gunung Rinjani
Kolam di dalam komplek pura
Lelah memutari komplek pura, saya dan suami menyempatkan waktu untuk menikmati sajian khas Lombok yang bernama Sate Bulayak yang berada di halaman pura Lingsar. Sate ini adalah sate sapi yang dimakan dengan saus pedas (yang membuat suami saya tidak berani banyak-banyak makan karena kepedasannya 😛) dan semacam lontong yang dibungkus dengan daun aren (Bulayak). 
Kelihatan pedasnya kan 😋

Desa Tenun Sukarara, Lombok Tengah

Seusai kenyang menyantap sate Bulayak, perjalanan kami lanjutkan ke desa tenun Sukarara. Di desa ini kaum wanitanya bekerja sebagai penenun. Dalam sehari mereka menenun kain selama 7 jam. Untuk satu kain tenun utuh, mereka membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Fyuh, 💦 kebayang capeknya menenun sehari selama itu, saya dan suami mencoba beberapa menit dan kami sudah merasa kalau menenun adalah pekerjaan yang bukan main-main. Tapi saya akui, suami saya punya bakat untuk menenun, lebih lihai ketika menenun 😀.

Di desa ini selain kita dapat melihat bagaimana para wanita di sana menenun kain, kita juga dapat membeli hasil tenun mereka di toko-toko yang terdapat di sini. Kami tidak membawa pulang, tapi kami menyempatkan mencoba pakaian adat Lombok, bangga rasanya bisa mencobanya meski keringatan waktu difoto haha 😊.


Desa Sade, Lombok Tengah

Tak lengkap rasanya kalau ke Lombok belum mengunjungi desa Sade, desa di mana suku Sasak  tinggal. Sewaktu saya kecil saya suka menonton acara jalan-jalan di TV di mana rumah suku Sasak lantainya harus dibersihkan dengan kotoran kerbau. Oleh karena itu saya makin penasaran untuk benar-benar melihat rumahnya. 



Ketika kita sampai di depan pintu masuk desa, kita akan disambut oleh guide. Lucunya sewaktu beliau menanyakan asal suami saya, beliau bercerita kalau beberapa tahun lalu Desa Sade mendapat bantuan listrik dari Philips, Belanda. Sehingga sejak saat itu warga Desa Sade dapat menikmati listrik.

Awalnya saya mengira desa ini adalah desa wisata yang sudah banyak ditinggalkan warga aslinya, tapi ternyata tidak. Kehidupan asli masyarakat Sasak masih berlangsung, hanya saja beberapa warga beralih profesi menjadi penjual souvenir. 

Seorang ibu sedang menenun kain


Rumah adat Lombok

Suasana dalam rumah Suku Sasak
Di dalam rumah masyarakat Sasak, laki-laki tidur di depan sedangkan wanita tidur di belakang. Hal ini adalah lambang bahwa laki-laki adalah pelindung keluarga. Beda hal dengan rumah pada umumnya, di desa Sade kita boleh masuk rumah warga bahkan mengambil foto. Kepercayaan satu sama lain sangat terjalin di desa ini.

Makan Ayam Taliwang

Sebagai foodies, saya tidak akan melewatkan makanan khas Lombok yang sudah saya gemari sejak dulu, tak lain dan tak bukan adalah ayam taliwang lengkap dengan plecing kangkung dan beberuk terongnya. Sopir kami membawa kami ke salah satu restoran terkenal di Lombok untuk benar-benar menikmati lezatnya ayam taliwang yang super pedas ini 😋😋😋.




Setelah sehari di Lombok dan menikmati budayanya, kami melanjutkan perjalanan ke Gili Trawangan. Ikuti terus cerita saya di tempat impian kami berikutnya ya 💓.